5/31/2012

Contact

Home
Alamat                           : Jl. Anggrek 19 Madiun
No HP                            : 0813 9210 8167

Office
Kampus I : Jl. Setia Budi 85 Madiun, Jawa Timur 63118
Kampus II : Jl. Auri 6 Madiun, Jawa Timur 63118
Kampus III Jl. Auri 6 Madiun, Jawa Timur 63118
Telepon & Fax : 0351-462986 No. Fax. 459400
Email Rektorat : rektorat@ikippgri-madiun.ac.id
Email : ikippgrimadiun@yahoo.com

Biography


Nama   : Drs. Soebijantoro, M.M.,M.Pd
Tempat Tanggal Lahir : Madiun, 23 September 1963
Alamat : Jl. Anggrek 19 Madiun
No HP  : 0813 9210 8167
Profesi : Direktur Institut Press IKIP PGRI MADIUN
Hobi    : Membaca, Bermain musik, Ekskavasi

          Selamat datang kawan, terima kasih sudah berkunjung di halaman http://jurnalbiantoro.blogspot.com. Halaman ini adalah media dan sarana untuk berbagi ilmu pengetahuan. Pada media inilah semua hal tentang apa yang saya fikirkan, ide, saran, dan berbagai hal tentang pendidikan atau lingkungan sosial akan saya tampilkan.

Tulisan - tulisan yang dimuat pada situs ini mengandung Hak Karya Cipta Intelektual ( HAKI ) jadi mungkin kawan tidak akan bisa mengkopi atau menyadur pada media lain. Mohon maaf  atas ketidak nyamanan ini. Hal ini semata-mata untuk melindungi dan belajar menghormati hasil karya orang lain.
Jika ada saran, ide atau pendapat lain yang berkaitan dengan halaman ini atau jurnal-jurnal yang ditampilkan mohon bersedia mengirim email pada saya di: . Sekali lagi terima kasih kawan sudah berkunjung. Selamat membaca dan mari bersama-sama memajukan pendidikan negeri dengan menghargai histori.

5/01/2012

Sejarah Kota Madiun

Sejarah Kota Madiun


Sejarah Kota Madiun Dipelajari dari sisa-sisa peninggalan sejarah, baik berupa barang-barang dan lembaga ataupun adat istiadat, maka terdapatnya desa-desa bekas perdikan (yang kini sudah dijadikan Desa biasa/Kelurahan), ternyata erat hubungannya dengan peristiwa-peristiwa kepahlawanan pada abad-abad ke XVII dan XVIII.

Pada Abad ke XVII Daerah Sawo (Ponorogo) bagian dari kekuasaan kerajaan Yogyakarta ( oleh Yogya dikenal sebagai kukuban ing sak wetane Gunung Lawu ) ada usaha untuk memisahkan diri (mbalelo) dari induknya ialah kerajaan Yogyakarta, kemudian oleh Sultan Yogyakarta pada waktu itu dikirmkan penumpas pemberontakan yang dipimpim oleh Ronggo. Setelah berhasil menumpas pemberontakan tersebut, maka untuk pusat pemerintahan pada saat itu dipilihlah "KUTO MIRING" terletak di Desa Demangan Kecamatan Taman Kotamadya Madiun, untuk didirikan Kabupaten setelah dirintis pembangunannya kemudian digeser ke utara lagi yaitu ditengah Kotamadya Madiun sekarang di Komplek Perumahan Dinas Bupati Madiun. Disinilah seterusnya Ronggo ke I s/d ke III menjalankan pemerintahan, sedangkan makamnya ada di Desa Taman (dulu Desa Perdikan). Jadi status Desa Perdikan Taman maupun Kuncen, sebagai wilayah Kerajaan Yogyakarta karena disitu disemayamkan pahlawan-pahlawan pada zaman lampau, sehingga kepada orang yang dipercaya menjaga/merawat makam tersebut diberikan hadiah sebagai sumber pencahariannya, satu wilayah Pedesaan serta hak untuk memungut hasilnya, bersifat Orfelijik (turun tumurun).

Pada Abad ke XVII di zaman peperangan Diponegoro, munculah salah seorang putera Ronggo (Rongggo ke II) yang dikenal dengan nama "Ali Basah Sentot Prawirodirdjo". Sebelum meletus perang Diponegoro, Madiun belum pernah dijamah oleh orang-orang Belanda atau Eropa yang lain sehingga, Pemerintah Hindia Belanda tidak mengenal apa arti politik dan sosial ekonomi yang terdapat di Madiun, tetapi setelah perang Diponegoro berakhir Madiun menjadi pertahanan terakhir pasukan Diponegoro mulai dikenal oleh orang-orang Belanda arti politik dan sosial ekonomi, banyak daerah pertanian diubah menjadi perkebunan.

Pada tanggal 1 Januari 1832 Madiun secara resmi dikuasai oleh Pemerintah Hindia belanda dan dibentuklah suatu Tata Pemerintahan yang berstatus "KARISIDENAN" Ibu Kota Karisidenan berlokasi di Desa Kartoharjo (tempat Patih Kartohardjo) yang berdekatan dengan Istana Kabupaten Madiun di Pangongangan. Sejak saat itu mulailah berdatangan bangsa Belanda atau Eropa yang lain berprofesi dalam bidang perkebunan tebu dengan Pabrik Gulanya seperti PG. Sentul (Kanigoro), PG. Pagotan (Uteran), PG. Rejoagung (Patihan) milik orang cina.

Kecuali itu muncul pula perkebunan teh di Jamus dan Dungus, Kopi di Kandangan, Tembakau di Pilangkenceng, semua warga negara eropha bermukim di tengah kota sekitar istana Residen Madiun, supaya tidak kena pengaruh orang Madiun yang pemeberani karena bekas kotanya merupakan tempat pusat pertahanan wilayah timur Mataram (Monconegoro Timur) yang anti belanda. Maka segresi sosial (pemisahan sosial) harus dilakukan. Dikandung maksud untuk membendung jangkuan pengaruh kaum pergerakan rakyat indonesia, maka perlu mengubah ketatanegaraan di Madiun yakni Kota yang berdiri sendiri dimana pemimpimnya tetap bangsa belanda, masyarakat sebagian besar orang asing. Dan lagi pula kerajaan belanda telah mengeluarkan Undang-undang yang mengatur daerah perkotaan yang disebut : Inlandsche Gemeente Ordonantie yang dikeluarkan pada tahun 1906 oleh Departemen Binnenlandsch Bestuur yang dalam hal itu oleh Menteri S. De Graaf.

Maka wilayah perkotaan Madiun dipisahkan dari Pemerintah Kabupaten Madiun menjadi Stadsgemeente Madiun atau Kota Praja Madiun atau Haminte Madiun. Kotapraja madiun berdiri berdasarkan Peraturan Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 20 Juni 1918 dengan landasan Staatsblad Tahun 1918 Nomor 326, sehingga wilayah itu dikepalai oleh seorang Burgemeester yang pertama dijabat oleh Ir.M.K. Ingenlijf semula menjabat asisten residen Madiun (modalnya terdiri dari 12 pedesaan yakni Madiun Lor, Sukosari, Patihan, Oro Oro Ombo, Kartoharjo, Pangongangan, Kejuron, Klegen, Nambangan Lor, Nambangan Kidul, Pandean, Taman) yang administratif berstatus Desa Perdikan dibawah naungan keraton Yogyakarta yang kemudian diganti oleh De Maand hingga tahun 1927. Sedangkan lembaga dan jabatan Walikota Madiun baru diadakan 10 tahun kemudian dengan dikeluarkan staatsblad nomor 14 tahun 1928.

Pada Zaman Jepang daerah ini menjadi Madiun Shi yang diperintah oleh seorang Shi Tjo dan mempunyai wilayah 12 Desa, setelah Proklamasi Kemerdekaan, dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 1948, maka Madiun Shi diubah menjadi Kota Besar Madiun dengan wilayah 12 Desa dibawah perintah Walikota. Kemudian demi pemerataan wilayah berdasar UU Nomor 22 tahun 1948 maka menurut Surat Keputusan Nomor 16 Tahun 1950 Kotapraja Madiun diperjuangkan diperluas dengan mendapat tambahan dari Kabupaten Madiun yaitu 8 (delapan) Desa yakni Demangan, Josenan, Kuncen yang semula berstatus speerti Desa Perdikan Taman, Banjarejo, Mojorejo, Rejomulyo, Winongo dan Manguharjo. Kemudian dengan berlakunya Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948, Kota Besar Madiun berubah menjadi Kotapraja Madiun dengan wilayah 12 desa dan diperintah oleh seorang Walikota, selanjutnya berdasar Undang-undang Nomor 24 Tahun 1958 diadakan perubahan batas-batas wilayah Kotapraja Madiun, kerena mendapat tambahan wilayah sebanyak 8 (delapan) buah desa dari Kabupaten Madiun, sehingga wilayah Kotapraja Madiun menjadi 20 desa. Pelaksanaan perubahan batas-batas ini diadakan pada hari Sabtu tanggal 21 Mei 1960 bertempat di Kabupaten Madiun oleh Walikota dan Bupati. Kemudian dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 sebagai pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 1957, Kotapraja Madiun diubah dengan Kotamadya Madiun dengan wilayah 20 desa dan diperintah oleh Walikota Kepala Daerah.

Selanjutnya dengan berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, sebagai pengganti UU Nomor 18 tahun 1965, maka Kotamadya Madiun berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Madiun, dengan wilayah 20 desa dan istilah Walikota Kepala Daerah Kotamadya Madiun diubah menjadi Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Madiun. Dalam Tahun 1979 atas persetujuan DPRD Kotamadya dan Kabupaten Daerah Tingkat II Madiun, diusulkan pemekaran daerah Kotamadya menjadi 27 Desa/Kelurahan. Dimana terhitung mulai tanggal 18 April 1983 wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Madiun yang semula terdiri dari 1 Kecamatan meliputi 20 Kelurahan dengan luas 22,95 KM2 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1982 dan Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 135.1/1169/011/1983 tanggal 19 Januari 1983 bertambah menjadi 7 desa yang berasal dari Kabupaten Daerah Tingkat II Madiun yakni Desa Ngegong, Sogaten, Tawangrejo,Kelun, Pilangbango,Kanigoro dan Manisrejo), sehingga luas wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Madiun menjadi 33,92 KM2 terdiri dari 3 Kecamatan dengan 20 Kelurahan dan 7 Desa dimana masing-masing kecamatan terdiri dari 9 Kelurahan/Desa.

Sumber : Wikipedia

Sejarah Lambang Kota Madiun

Sejarah Lambang Kota Madiun 

Seperti halnya kota-kota lain di belahan dunia, tentu saja Madiun, kota tercinta mempunyai lambang atau logo kota. Yang dalam istilahnya bahasa inggris nya ' City of Arms ' , atau dalam bahasa belanda nya disebut ' Stadswapen '. Kali ini kami akan tampilkan ' evolusi ' dari logo kota madiun, sampai dengan sekarang.


Lambang Kota Madiun 1918

Ini adalah logo ketika awal berdirinya kota Madiun (1918). Tentu saja karena ketika itu masih di bawah pemerintahan kolonial Belanda, sama seperti kota-kota lain (Bandung, Surabaya, Malang dan lainnya), ada gambar 2 singa memegang logo utama. Di bawahnya terdapat pita yang bertuliskan dalam bahasa latin ' Montes Prosperi Tatem Vident', yang berarti : Gunung - gunung yang menjadi saksi akan kemakmuran. Dalam hal ini kemungkinan gunung - gunung yang dimaksud adalah Gunung Lawu dan Gunung Wilis. Karena Kota Madiun secara geografis terletak di lembah, antara dua gunung tersebut.



Lambang Kota Madiun 1925

Lambang Kota Madiun, dalam bentuk perangko jaman kolonial


Dan terakhir inilah lambang kota Madiun, seperti sekarang ini.

Menurut situs : http://www.depdagri.go.id
Arti lambang kota Madiun, berdasakan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Madiun Nomor 4 Tahun 1970, adalah :

Makna Lambang

1. Perisai sebagai dasar lambang dasar Warna Hijau Tua, bermakna sebagai penjagaan dan perlindungan, dalam arti luas ialah pembinaan, keselamatan dan kesejahteraan pemduduk dan pemerintah ;

2. Dua Gunung dan Sungai warna biru dan putih, langit cerah warna kuning serta tanah subur warna hijau muda, bermakna letak kota Madiun di daerah yang subur, diantara Gunung Lawu dan Gunung Wilis dimana mengalir Bengawan Madiun ;

3. Fondamen terdiri atas 5 batu utama warna merah, bermakna dasar Pemerintah Daerah yang demokratis bersendi Pancasila ;

4. Tugu Warna putih, bermakna persatuan dan pengabdian yang dijiwai semangat Proklamsi 17 Agustu 1945 ;

5. Keris Pusaka Tundung Madiun warna hitam, bermakna kejayaan, kepribadian dan sebagai penolak bahaya ;

6. Padi dan Kapas warna kuning emas, setangkai padi terdiri dari atas 17 butir, setangkai kapas terdiri dari atas 8 bunga dan sembilan daun bermakna kemakmuran dan kesejahteraan sesuai dengan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945

Makna Warna Pada Gambar


1. Hijau-tua dan Hijau muda berarti kesuburan, kemakmuran dan kesejahteraan ;

2. Kuning dan Kuning emas berarti kebesaran dan kejayaan ;

3. Biru berarti ketentraman dan kesetian ;

4. Putih berarti kesucian ;

5. Merah berarti keberanian ;

6. Hitam berarti keabadian.

Arti/makna keseluruhan lambang Daerah Kota Madiun adalah Pemerintah Daerah yang demokratis dengan penuh kesetiaan, keberanian dan kesucian, sebagai pelindung rakyat, mengabdi dan berjuang atas dasar jiwa proklamasi 17 Agustu 1945 menuju terciptanya masyarakat adil makmur dan sejahtera Pancasila